EL NINO ANCAM KELAPARAN

Istilah El Nino awalnya digunakan untuk menandai kondisi arus laut hangat tahunan, yang mengalir ke arah selatan di sepanjang pesisir Peru dan Ekuador saat menjelang Natal. Kondisi yang muncul berabad-abad lalu itu dinamakan El Nino de Navidad oleh para nelayan Peru, yang disamakan dengan nama Kristus yang baru lahir.

Menghangatnya perairan di Amerika Selatan itu ternyata berkaitan dengan anomali pemanasan lautan yang lebih luas di Samudera Pasifik bagian timur. Bahkan dapat mencapai garis batas penanggalan internasional di Pasifik tengah.

Dalam kondisi yang berbeda, terjadi anomali pendinginan lautan di Samudera Pasifik bagian timur dan tengah, yang berkebalikan dengan El Nino. Sehingga dinamai La Nina. Dalam Bahasa Spanyol artinya Si Gadis.

Sehingga Stasiun Klimatologi Nusa Tenggara Barat mengartikan El Nino sebagai fenomena pemanasan Suhu Muka Laut (SML) di atas kondisi normalnya, yang terjadi di Samudera Pasifik bagian tengah.

Sedangkan La Nina adalah fenomena yang berkebalikan dengan El Nino. Ketika La Nina terjadi, Suhu Muka Laut (SML) di Samudera Pasifik bagian tengah mengalami pendinginan di bawah kondisi normalnya.

Penyebab El Nino dan La Nina
El Nino dan La Nina terjadi akibat interaksi antara permukaan laut dan atmosfer di Pasifik tropis. Perubahan suhu muka laut di wilayah ini mempengaruhi atmosfer di atasnya.

Perubahan atmosfer juga mempengaruhi perubahan suhu dan arus laut melalui mekanisme umpan balik (feedback) atmosfer-laut. Sistem interaksi atmosfer-laut ini berosilasi antara kondisi hangat (El Nino) ke netral atau dingin (La Nina) rata-rata memiliki siklus setiap 3-4 tahun, dan mempengaruhi pola iklim di seluruh dunia setiap 3-4 tahun.

El Nino dan La Nina rata-rata terjadi setiap 3 sampai 5 tahun. Namun, dalam catatan sejarah interval antarperistiwa bervariasi dari 2 hingga 7 tahun.

El Nino dan La Nina biasanya berlangsung sekitar 9-12 bulan. Namun, beberapa kejadian La Nina dan El Nino bisa berlangsung lebih lama tergantung dari intensitasnya.

Dampak El Nino
El Nino meningkatkan potensi pertumbuhan awan di Samudera Pasifik tengah, dan mengurangi curah hujan di wilayah Indonesia. Singkatnya, El Nino memicu terjadinya kondisi kekeringan untuk wilayah Indonesia secara umum.

Fenomena El Nino dan Indian Ocean Dipole (IOD) yang datang dalam waktu bersamaan diprediksi membuat puncak musim kemarau tahun ini lebih kering dari sebelumnya. Imbasnya ancaman gagal panen pada lahan pertanian tadah hujan.

Situasi tersebut berpotensi mengganggu ketahanan pangan nasional.

Mengutip laman resmi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), pengertian El Nino adalah fenomena pemanasan Suhu Muka Laut (SML) di atas kondisi normalnya yang terjadi di Samudera Pasifik bagian tengah hingga timur. Pemanasan SML ini meningkatkan potensi pertumbuhan awan di Samudera Pasifik tengah dan mengurangi curah hujan di wilayah sekitarnya, termasuk seperti di Indonesia.

Karena itu, menurut Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati, pemerintah daerah perlu segera melakukan aksi mitigasi dan kesiapsiagaan. ”Lahan pertanian berisiko mengalami puso alias gagal panen akibat kekurangan pasokan air saat fase pertumbuhan tanaman,”

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Keranjang Belanja